Update Berita :

Sang Komentator

29 May 2013


       Siang itu saya sedang duduk pada salah satu bangku di kantin mahasiswa, tak sengaja terdengar celotehan beberapa mahasiswa yang duduk pula tak jauh dari tempat saya. “Lihat warna  bajunya terlalu mencolok ya?” kata salah seorang diantara mereka. “Iya, potongan rambutnya juga norak banget,” yang lain menimpali. “Eh, apalagi yang itu tuh model bajunya aneh,” terdengar pula pendapat orang yang berbeda
Saat itu saya hanya bisa tersenyum kecut, berbaurnya kelucuan dan kesedihan yang mengherankan. Jujur saja tak ada maksud sedikit pun untuk mendengarkan pembicaraan tersebut, tapi suaranya terdeteksi oleh telinga jadi mau bagaimana lagi. Meskipun begitu, akan selalu ada hikmah dan ibrah dari setiap kejadian. Ketika itu pikiran ini menerawang jauh mempertanyakan kenapa lisan sering dengan mudahnya meluncurkan komentar-komentar yang terlintas dalam pikiran. Tapi begitu keadaan membutuhkan kata-kata yang paling tepat dalam kondisi yang diperlukan, bibir seolah membeku tak berkutik.
    Nampaknya untuk berkomentar seseorang tak perlu banyak berpikir hanya cukup mengungkapkan apa yang terlintas di benaknya. Beda halnya jika seseorang diminta untuk membicarakan suatu hal yang penting ia akan berpikir lebih keras untuk menyampaikannya. Bukan sekedar komentar. Karena sesungguhnya berkomentar itu hanya sebuah ulasan atau penjelasan ulang hal yang diketahui. Sedangkan untuk menyampaikan sebuah ide atau gagasan, seseorang perlu merancang dan merangkaikan kata-katanya agar dapat dipahami baik oleh dirinya atau pun orang lain.
Misalnya saat seseorang mengatakan ‘hujannya lebat sekali’ di tengah kerumunan orang yang berteduh karena hujan yang deras. Saya yakin tanpa ada yang mengatakan itu pun orang lain sudah tau bahwa hujannya lebat. Begitulah komentar, mudah untuk dilontarkan. Lain ceritanya sewaktu seseorang ditanya pendapatnya mengenai ‘korupsi’ maka otaknya akan berpikir dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yang pernah ia tau. Jika buntu mendapatkan data-data tersebut, maka ia akan mengatakan tidak tau.
     Ada pula komentator dalam permainan sepak bola yang selalu memberikan pendapat subjektifnya tentang para pemain bola yang berjuang sepenuh tenaga untuk memenangkan pertandingan. Dari kata-kata sang komentator seolah-olah dirinya lebih tau apa yang harus dilakukan. Mengatakan ini salah, itu benar, harusnya begitu, padahal belum tentu sang komentator itu lebih baik ketika dirinya turun langsung ke lapangan untuk bermain bola. Pemain-pemain yang dikomentarinya jelas lebih ahli dalam pertandingan dibandingkan dirinya. Namanya juga sang komentator. Kaburo maqtan udah jelas..hehe
    Sebaiknya kita memang mengurangi kebiasaan untuk mengomentari hal yang tidak penting kecuali berkomentar untuk mencerdaskan orang lain dengan pengetahuan atau ide kita yang bermanfaat. Meskipun ide hebat yang tak terealisasi sama tak bergunanya. Oleh karena itu, sangat penting merealisasikan ide kita meskipun ide yang sederhana karena kita tidak pernah tau ide itu hebat atau tidak sampai dapat direalisasikan. Mari mulai menjadi penggagas ide dan merealissasikannya, bukan sekedar menjadi sang komentator..Let’s Take Action!.. J

oleh : Maidatul Mujahidah
Raih Amal Sholeh Bagikan Artikel Ini :

0 comments:

 

© Copyright 2012 LDK KISI | Sahabat Semua | Design Edit By LDK KISI | Powered By Blogger