Siang itu saya sedang duduk pada salah satu bangku di kantin mahasiswa, tak sengaja terdengar celotehan beberapa mahasiswa yang duduk pula tak jauh dari tempat saya. “Lihat warna bajunya terlalu mencolok ya?” kata salah seorang diantara mereka. “Iya, potongan rambutnya juga norak banget,” yang lain menimpali. “Eh, apalagi yang itu tuh model bajunya aneh,” terdengar pula pendapat orang yang berbeda
Saat itu saya
hanya bisa tersenyum kecut, berbaurnya kelucuan dan kesedihan yang
mengherankan. Jujur saja tak ada maksud sedikit pun untuk mendengarkan
pembicaraan tersebut, tapi suaranya terdeteksi oleh telinga jadi mau bagaimana
lagi. Meskipun begitu, akan selalu ada hikmah dan ibrah dari setiap kejadian.
Ketika itu pikiran ini menerawang jauh mempertanyakan kenapa lisan sering
dengan mudahnya meluncurkan komentar-komentar yang terlintas dalam pikiran.
Tapi begitu keadaan membutuhkan kata-kata yang paling tepat dalam kondisi yang
diperlukan, bibir seolah membeku tak berkutik.
Nampaknya untuk
berkomentar seseorang tak perlu banyak berpikir hanya cukup mengungkapkan apa
yang terlintas di benaknya. Beda halnya jika seseorang diminta untuk membicarakan
suatu hal yang penting ia akan berpikir lebih keras untuk menyampaikannya.
Bukan sekedar komentar. Karena sesungguhnya berkomentar itu hanya sebuah ulasan
atau penjelasan ulang hal yang diketahui. Sedangkan untuk menyampaikan sebuah
ide atau gagasan, seseorang perlu merancang dan merangkaikan kata-katanya agar
dapat dipahami baik oleh dirinya atau pun orang lain.
Misalnya saat
seseorang mengatakan ‘hujannya lebat sekali’ di tengah kerumunan orang yang
berteduh karena hujan yang deras. Saya yakin tanpa ada yang mengatakan itu pun
orang lain sudah tau bahwa hujannya lebat. Begitulah komentar, mudah untuk
dilontarkan. Lain ceritanya sewaktu seseorang ditanya pendapatnya mengenai
‘korupsi’ maka otaknya akan berpikir dan mengumpulkan informasi sebanyak
mungkin yang pernah ia tau. Jika buntu mendapatkan data-data tersebut, maka ia
akan mengatakan tidak tau.
Ada pula
komentator dalam permainan sepak bola yang selalu memberikan pendapat
subjektifnya tentang para pemain bola yang berjuang sepenuh tenaga untuk
memenangkan pertandingan. Dari kata-kata sang komentator seolah-olah dirinya
lebih tau apa yang harus dilakukan. Mengatakan ini salah, itu benar, harusnya
begitu, padahal belum tentu sang komentator itu lebih baik ketika dirinya turun
langsung ke lapangan untuk bermain bola. Pemain-pemain yang dikomentarinya
jelas lebih ahli dalam pertandingan dibandingkan dirinya. Namanya juga sang
komentator. Kaburo maqtan udah jelas..hehe
Sebaiknya kita
memang mengurangi kebiasaan untuk mengomentari hal yang tidak penting kecuali
berkomentar untuk mencerdaskan orang lain dengan pengetahuan atau ide kita yang
bermanfaat. Meskipun ide hebat yang tak terealisasi sama tak bergunanya. Oleh
karena itu, sangat penting merealisasikan ide kita meskipun ide yang sederhana
karena kita tidak pernah tau ide itu hebat atau tidak sampai dapat
direalisasikan. Mari mulai menjadi penggagas ide dan merealissasikannya, bukan
sekedar menjadi sang komentator..Let’s Take Action!.. J
oleh : Maidatul Mujahidah
0 comments:
Post a Comment